<741> Analisis Termal


ANALISIS TERMAL <741>

Penetapan secara tepat peristiwa termodinamik, seperti perubahan keadaan, dapat menunjukkan identitas dan kemurnian suatu obat. Farmakope telah menetapkan pengujian terhadap suhu lebur atau suhu didih suatu senyawa. Perubahan terjadi pada suhu yang karakteristik, oleh karena itu farmakope menetapkannya sebagai suatu identifikasi senyawa. Efek cemaran terhadap perubahan ini dapat diramalkan, farmakope yang sama memberikan kontribusi pada pengujian ini untuk pengawasan kemurnian senyawa.

Analisis termal dalam pengertian luas adalah pengukuran sifat kimia-fisika bahan sebagai fungsi suhu. Metode instrumen sebagian besar telah menggantikan metode lama yang tergantung pada pemeriksaan visual dan pengukuran dengan kondisi tertentu atau berubah-ubah, sebab penetapannya menjadi lebih objektif, lebih memberikan banyak informasi, memungkinkan pencatatan tetap dan umumnya lebih sensitif, lebih teliti dan lebih tepat. Selanjutnya penetapan dapat memberikan informasi pada desolvasi, dehidrasi, dekomposisi, kesempurnaan hablur, polimorfisme, suhu lebur, sublimasi, transisi kaca, evaporasi, pirolisis, interaksi padat-padat, dan kemurnian. Data semacam itu berguna untuk karakterisasi senyawadengan memperhatikan kesesuaian, stabilitas, kemasan dan pengawasan mutu. Pengukuran yang sering digunakan dalam analisis termal yaitu: suhu transisi dan suhu lebur menggunakan differential scanning calorimetri (DSC), analisis termogravimetri, hot-stage microscopy dan eutectic impurity analysis akan diuraikan disini.

SUHU TRANSISI DAN TITIK LEBUR

Jika suatu sampel dipanaskan, timbulnya panas dapat diukur [differential scanning calorimetri (DSC)], [differential thermal analysis (DTA)] atau diamati secarahot-stage microscopy. Dalam perubahan panas secara terus menerus DSC, perbedaan antara sampel dan bahanbaku ditetapkan. Penggantian tenaga/daya DSC, sampel dan bahan baku ditetapkan diatur pada suhu sama, menggunakan elemen pemanas individu dan perbedaan dalam masukan tenaga/daya pada kedua pemanas direkam. DTA merekam perbedaan suhu antara sampel dan pembanding. Transisi dapat diamati termasuk yang tertera pada Tabel 1. Pada kasus titik lebur kedua suhu “permulaan” dan “puncak” dapat ditetapkan secara objektif dan reprodusibilitasnya baik, sering hingga persepuluh derajat. Meskipun suhu ini berguna untuk karakterisasi senyawa, dan perbedaan dua suhu menunjukkan kemurnian, nilai tersebut tidak dapat dibandingkan langsung secara visual sebagai “jarak lebur” atau ‘suhu lebur” atau dengan konstanta seperti titik tripel bahan murni.

Selanjutnya, peringatan harus digunakan ketika membandingkan hasil yang diperoleh oleh perbedaan metode analisis. Metode optik dapat mengukur titik lebur sebagai suhu dimana tidak terlihat padatan. Sebaliknya, titik lebur yang diukur secara DSC dapat menunjukkan suhu permulaan atau suhu dimana laju melebur maksimum (vertex) diamati. Walaupun demikian, puncak sensitif terhadap bobot sampel, laju pemanasan dan faktor lain, mengingat suhu awal kurang dipengaruhi oleh faktor ini. Dengan tehnik termal perlu untuk dipertimbangkan pembatasan pembentukan larutan padat, ketaklarutan dalam leburan, polimorfisme dan dekomposisi selama analisis.

Tabel 1

Padat ke cair

Melebur

Endotermis

Cair ke gas

Menguap

Endotermis

Cair ke padat

Pembekuan

Eksotermis

Kristalisasi

Eksotermis

Padat ke gas

Sublimasi

Endotermis

Padat ke padat

Transisi kaca

Kejadian orde kedua

Desolvasi

Endotermis

Amorf ke hablur

Eksotermis

Polimorfik

Endotermis

atau Eksotermis

Hasil Pelaporan Metode Instrumentasi Deskripsi lengkap kondisi penggunaan harus disertakan tiap termogram, termasuk model instrumen/alat dan tahun pembuatan; rekaman kalibrasi terakhir; ukuran sampel dan identifikasi (termasuk riwayat termal sebelumnya); wadah; identitas, laju alir, dan tekanan gas atmosfer; petunjuk dan perubahan kecepatan suhu; dan kepekaan alat dan rekorder.

PENETAPAN SUHU TRANSISI
(SUHU AWAL PELEBURAN) DAN
SUHU TITIK LEBUR

Alat Jika tidak dinyatakan lain dalam monografi, gunakan DTA atau DSC yang dilengkapi dengan alat pemogram suhu, detektor termal dan sistem perekam yang dapat dihubungkan dengan komputer.

Kalibrasi Kalibrasi instrumen untuk perubahan suhu dan “entalpi” menggunakan indium atau bahan lain yang bersertifikat. Kalibrasi suhu dilakukan dengan pemanasan baku melalui transisi peleburan dan membandingkan onset titik lebur baku yang diekstrapolasi dengan onset titik lebur tersertifikasi. Suhu kalibrasi harus dilakukan pada laju pemanasan yang sama dengan percobaan/eksperimen. Kalibrasi entalpi dilakukan dengan pemanasan baku melalui transisi lebur dan membandingkan panas fusi yang dihitung dengan nilai teoritis.

Prosedur Timbang saksama sejumlah yang cocok senyawa yang akan diuji dalam wadah sampel, seperti tertera pada monografi. Atur pada suhu awal, laju pemanasan, arah perubahan suhu, dan suhu akhir seperti tertera dalam monografi. Jika tidak tercantum dalam monografi, parameter ditetapkan sebagai berikut: dibuat pengujian pendahuluan dengan rentang lebar (khusus suhu ruang hingga suhu peruraian atau lebih kurang 10° hingga 20° diatas titik lebur) dan laju pemanasan yang lebar (1° hingga 20° per menit) untuk menunjukkan adanya efek yang tidak lazim. Kemudian tetapkan laju pemanasan yang lebih rendah sehingga peruraian diminimalkan dan suhu transisi tidak terganggu. Tetapkan rentang suhu transisi dengan menarik garis dasar di perpanjang hingga memotong tangen leburan (lihat Gambar 1).

Pada pengujian bahan hablur murni, laju pemanasan 1° per menit mungkin cukup, sedangkan laju pemanasan hingga 20° per menit lebih sesuai untuk bahan polimer dan semi hablur. Mulai analisis dan rekam kurva differential thermal analysis dengan suhu pada sumbu x dan perubahan energi pada sumbu y. Suhu lebur (suhu permulaan meleleh/lebur) adalah perpotongan (188,79) dari perluasan garis dasar dengan tangen pada titik slope (lereng) terbesar (titik infleksi/perubahan) dari kurva (lihat Gambar 1). Puncak adalah suhu pada puncak kurva (190,31°). Entalpi proporsional pada area di bawah kurva setelah penggunaan koreksi garis dasar.

ANALISIS TERMOGRAVIMETRI

Analisis termogravimetri mencakup penetapan massa sampel sebagai fungsi suhu, atau lamanya pemanasan, atau keduanya. Seringkali digunakan untuk memeriksa proses dehidrasi/desolvasi dan dekomposisi senyawa. Jika dilakukan dengan baik dan benar, akan memberikan informasi lebih banyak dibandingkan dengan susut pengeringan pada suhu tetap, sering untuk waktu yang ditetapkan dan biasanya didalam lingkungan yang tak diatur dengan baik. Biasanya, kehilangan pelarut yang terserap pada permukaan dapat dibedakan dari pelarut dalam kisi-kisi hablur dan dari kehilangan akibat degradasi. Pengukuran dapat dilakukan dalam lingkungan dengan kelembaban dan kadar oksigen yang dapat diatur untuk menyatakan adanya interaksi dengan senyawa obat, antara senyawa obat dan antara bahan aktif dan pengisi atau bahan pengemas.

Alat Rincian tergantung pada pabrik, ciri penting dari alat adalah rekaman penimbangan dan sumber panas dapat diprogram. Peralatan berbeda dalam kemampuan menangani sampel berbagai ukuran, rata-rata suhu sensor dan rentang kontrol atmosfer.

Kalibrasi Kalibrasi diperlukan dengan seluruh sistem: skala massa dikalibrasi dengan bobot baku, dan kalibrasi skala suhu melibatkan penggunaan bahan baku, karena diasumsikan suhu sampel adalah suhu tanur. Kalibrasi bobot dilakukan dengan mengukur massa dari bobot baku dan membandingkan massa yang diukur dengan nilai pad sertifikat. Kalibrasi suhu dilakukan dengan menganalisa baku magnetik kemurnian tinggi seperti nikel untuk suhu “curie” dan bandingkan nilai yang terukur terhadap nilai teoritis.

Prosedur Gunakan metode pada sampel, menggunakan kondisi seperti tertera dalam monografi, dan hitung massa yang bertambah atau hilang, dinyatakan dalam persentase perubahan massa. Sebagai alternatif, tempatkan sejumlah bahan dalam sample holder, dan rekam massa. Karena lingkungan uji kritis, tekanan atau laju alir dan komposisi gas ditetapkan. Atur suhu awal, laju pemanasan, dan suhu akhir sesuai instruksi pabrik, dan mulai kenaikan suhu. Sebagai alternatif, lakukan pengujian termogram pada berbagai rentang suhu (seperti dari suhu ruang hingga suhu peruraian, atau 10° hingga 20° diatas titik lebur pada laju pemanasan 1° hingga 20° per menit). Hitung massa yang bertambah atau hilang, dinyatakan dalam persentase perubahan massa.

“HOT-STAGE MICROSCOPY”

“Hot-Stage Microscopy” adalah tehnik analitik yang melibatkan monitoring sifat optik sampel menggunakan mikroskop sebagai fungsi suhu. “Hot-stage microscopy” dapat digunakan sebagai tehnik untuk melengkapi tehnik analisis termal lainnya seperti DSC, DTA atau variabel suhu difraksi serbuk sinar-x untuk karakteristik keadaan padat senyawa farmasetik. Hal ini berguna untuk konfirmasi transisi seperti melebur, penghabluran kembali, dan transformasi keadaan padat menggunakan tehnik visual. “Hot-stage microscopy” harus dikalibrasi untuk suhu.

ANALISIS CEMARAN EUTEKTIK

Prinsip metode kemurnian secara kalorimetri adalah adanya hubungan antara penurunan suhu lebur dan suhu beku, dengan tingkat cemaran. Leburnya suatu senyawa ditandai dengan penyerapan panas laten fusi ΔHf, pada suhu spesifik, To. Secara teoritis, transisi peleburan untuk senyawa hablur murni mutlak akan terjadi dalam rentang yang sangat Prinsip metode kemurnian secara kalorimetri adalah adanya hubungan antara penurunan suhu lebur dan suhu beku, dengan tingkat cemaran. Leburnya suatu senyawa ditandai dengan penyerapan panas laten fusi ΔHf, pada suhu spesifik, To. Secara teoritis, transisi peleburan untuk senyawa hablur murni mutlak akan terjadi dalam rentang yang sangat

Parameter peleburan (jarak lebur, Δ Hf dan kemurnian eutektik yang dihitung) diperoleh dari termogram peleburan tunggal sampel dalam jumlah kecil dan metode ini tidak memerlukan pengulangan, pengukuran suhu aktual yang tepat. Unit termogram secara langsung dapat dikonversi ke perpindahan panas, milikalori per detik. Penurunan titik beku dalam larutan encer oleh molekul berukuran hampir sama dinyatakan dalam persamaan Van't Hoff yang dimodifikasi:

T = suhu mutlak dalam derajat Kelvin (°K), 

X2 = fraksi mol dari komponen minor (zat terlarut; cemaran); 

Δ Hf = panas molar fusi komponen utama;

R = konstanta gas dalam Joule per mol x Kelvin; 

KD= rasio distribusi zat terlarut dalam fase padat dan cair.

Dengan anggapan bahwa rentang suhu sempit dan tidak ada larutan padatan yang terbentuk (KD= 0). Integrasi persamaan Van't Hoff menghasilkan hubungan antara fraksi mol dari cemaran dan penurunan suhu lebur berikut ini:

To = suhu lebur senyawa murni dalam °K, dan
Tm = suhu lebur ampel suji dalam °K.

Dengan tidak adanya pembentukan larutan padat, kadar cemaran dalam fase cairada suatu suhu selama peleburan berbanding terbalik dengan fraksi yang melebur pada suhu tersebut dan penurunan suhu lebur berbanding lurus dengan fraksi mol cemaran. Gambar hubungan suhu sampel uji yang diamati, Ts, terhadap kebalikan fraksi yang melebur, 1/F, pada suhu Ts , akan menghasilkan garis lurus dengan kemiringan yang sama dengan penurunan suhu lebur (To–Tm). Suhu lebur senyawa murni secara teoritis diperoleh dengan ekstrapolasi pada1/F = 0;

Penggantian To - Tm; ΔHf dan To hasil percobaan dalam persamaan 2 menghasilkan fraksi mol dari jumlah cemaran eutetik, yang bila dikalikan 100 memberikan persentase mol jumlah cemaran eutektik.

Penyimpangan dari kurva linier teoritis disebabkan karena pembentukan larutan padat (KD ≠ 0), sehingga harus berhati-hati dalam menginterpretasi data.

Untuk mengamati efek linier kadar cemaran terhadap penurunan suhu lebur, cemaran harus larut dalam fase cair atau leburan senyawa; tetapi tidak larut dalam fase padatan, artinya tidak terbentuk larutan fase padat. Untuk dapat larut dalam leburan diperlukan beberapa kesamaan kimiawi. Sebagai contoh, adanya senyawa ionik dalam senyawa organik netral dan terjadinya peruraian termal mungkin tidak tercermin dalam perkiraan kemurnian. Pembatasan teori hanya sebagian yang telah diteliti.

Cemaran yang berasal dari jalur sintesis mirip dengan produk akhir, sebab biasanya tidak ada masalah kelarutan dalam leburan. Cemaran dengan molekul yang memiliki bentuk, ukuran, dan sifat yang sama seperti komponen utama dapat masuk ke dalam matriks komponen utama tanpa gangguan dari kisi-kisi, pembentukan larutan padatan atau inklusi; cemaran seperti itu tidak terdeteksi oleh DSC. Perkiraan kemurnian dapat terlalu tinggi dalam kasus seperti itu. Hal ini lebih umum pada hablur yang kurang teratur seperti yang ditunjukkan oleh panas fusi yang rendah.

Selain itu, metode ini dapat diandalkan ketika kemurnian komponen utama lebih besar dari 98,5 mol% dan bahan-bahan tersebut tidak terurai selama fase lebur. Tingkat cemaran yang dihitung dari termogram memiliki reprodusibilitas dengan simpangan baku lebih kurang 0,1° untuk senyawa ideal. Senyawa dalam bentuk polimorfik tidak dapat digunakan dalam penetapan kemurnian kecuali senyawa diubah seluruhnya menjadi satu bentuk. Sebaliknya DSC dan DTA selalu berguna untuk deteksi, dan oleh karena itu juga dapat digunakan untuk pemantauan polimorfisme. Prosedur Prosedur aktual dan perhitungan yang digunakan tergantung pada instrumen yang digunakan. Lihat pustaka pabrik, dan atau pustaka analisis termal untuk mendapatkan teknik yang tepat untuk alat tertentu. Perlu diperhatikan keterbatasan yang berasal dari pembentukan larutan padatan, ketaklarutan dalam leburan, polimorfismae dan peruraian selama analisis.