<1387> Protein Total


PROTEIN TOTAL <1387>

METODE 1 

Protein dalam larutan menyerap sinar ultraviolet pada panjang gelombang 280 nm, dengan adanya kandungan asam amino aromatik, terutama tirosin dan triptofan, dalam struktur protein. Sifat ini dapat digunakan untuk tujuan pengujian. Jika dapar yang digunakan untuk melarutkan protein memiliki serapan tinggi relatif terhadap air, artinya terdapat senyawa pengganggu. Gangguan dapat dihindari dengan menggunakan dapar tersebut sebagai koreksi tetapi jika senyawa pengganggu menghasilkan serapan tinggi, hasil dapat dijustifikasi. Pada kadar rendah, protein terabsorbsi pada sel dapat mengurangi kadar dalam larutan secara signifikan. Hal ini dapat dicegah dengan menyiapkan sampel pada kadar tinggi atau menggunakan detergen non-ionik dalam penyiapan.

Larutan uji Timbang saksama sejumlah zat. Larutkan dalam dapar yang ditentukan hingga diperoleh kadar protein antara 0,2 mg per mL dan 2 mg per mL.

Larutan baku Timbang saksama sejumlah protein baku. Larutkan dalam dapar hingga diperoleh kadar protein yang sama dengan Larutan uji.

Prosedur Pertahankan Larutan uji, Larutan baku, dan dapar pada suhu yang sama selama pengujian ini dilakukan. Tentukan serapan Larutan uji dan Larutan baku pada panjang gelombang 280 nm menggunakan dapar yang ditentukan sebagai koreksi. Respons harus linier dalam rentang kadar protein yang akan diuji untuk mendapatkan hasil yang akurat.

Hamburan cahaya Keakuratan penentuan protein dapat berkurang karena hamburan cahaya dari zat uji. Jika protein dalam larutan sebagai partikel yang ukurannya sebanding dengan panjang gelombang cahaya pengukur (250 nm hingga 300 nm), hamburan cahaya menghasilkan peningkatan nyata dalam serapan zat uji. Untuk menghitung serapan pada panjang gelombang 280 nm akibat hamburan cahaya, tentukan serapan larutan uji pada panjang gelombang 320 nm, 325 nm, 330 nm, 335 nm, 340 nm, 345 nm dan 350 nm. Gambar logaritma dari serapan yang diamati terhadap logaritma panjang gelombang dan tentukan kurva baku yang paling sesuai dengan titik-titik yang diplot dengan regresi linier. Ekstrapolasi kurva untuk menentukan logaritma serapan pada panjang gelombang 280 nm. Antilogaritma dari nilai ini adalah serapan yang disebabkan oleh hamburan cahaya. Koreksi nilai yang diamati dengan mengurangi serapan yang dikaitkan dengan hamburan cahaya dari serapan total pada panjang gelombang 280 nm untuk mendapatkan nilai serapan protein dalam larutan. Saring dengan penyaring porositas 0,2 μm yang tidak mengadsorpsi protein atau penjernihan dengan sentrifugasi dapat dilakukan untuk mengurangi efek hamburan cahaya, terutama jika larutannya sangat keruh. 

Hitung kadar protein dalam Larutan uji dengan rumus:

CS adalah kadar protein dalam larutan baku; AU dan AS berturut-turut adalah serapan terkoreksi dari Larutan uji dan Larutan baku.

METODE 2 

Metode ini (umumnya disebut sebagai uji Lowry) didasarkan pada reduksi kromogen asam campuran fosfomolibdotungstat dalam pereaksi fosfomolibdotungstat oleh protein, yang menghasilkan serapan maksimum pada panjang gelombang 750 nm. 

Pereaksi fosfomolibdotungstat bereaksi terutama dengan residu tirosin dalam protein. Perubahan warna mencapai maksimum dalam waktu 20 hingga 30 menit pada suhu kamar, selanjutnya warna akan memudar secara perlahan-lahan. Mengingat metode ini peka terhadap zat pengganggu, prosedur pengendapan protein dalam zat uji dapat dilakukan. Sebagian besar zat yang mengganggu menyebabkan pemudaran intensitas warna; namun penambahan deterjen tertentu dapat sedikit menguatkan intensitas warna. Kadar garam yang tinggi dapat menyebabkan terbentuknya endapan. Karena jenis protein berbeda dapat memberikan respons intensitas warna berbeda, protein baku dan protein uji harus sama. Jika diperlukan lakukan pemisahan zat pengganggu dari protein dalam zat uji, lanjutkan seperti yang tertera di bawah ini sebelum pembuatan larutan uji dilakukan. Efek zat pengganggu dapat dikurangi dengan pengenceran, jika kadar protein uji cukup untuk pengukuran yang akurat.

Pada metode ini gunakan air suling untuk pembuatan semua dapar dan pereaksi.

Larutan uji Timbang saksama sejumlah zat. Larutkan dalam dapar yang ditentukan hingga memperoleh kadar dalam rentang kurva baku. Dapar yang sesuai akan menghasilkan larutan pH 10,0 hingga 10,5.

Larutan baku Timbang saksama sejumlah protein baku. Larutkan dalam dapar sesuai yang telah ditentukan. Encerkan bagian dari larutan ini dengan dapar yang sama untuk mendapatkan tidak kurang dari lima larutan baku yang memiliki kadar protein pada rentang antara 5 μg per mL dan 100 μg per mL. Blangko Gunakan dapar seperti yang digunakan untuk membuat Larutan uji dan Larutan baku.

Pereaksi tembaga(II) sulfat Larutkan dan encerkan 100 mg tembaga(II) sulfat pentahidrat P dan 0,2 g natrium tartrat P dalam air hingga 50 mL. Larutkan dan encerkan 10 g natrium karbonat anhidrat P dalam air hingga 50 mL. Tuangkan secara perlahan larutan natrium karbonat ke dalam larutan tembaga sulfat sambal diaduk. Gunakan dalam 24 jam.

Pereaksi tembaga alkali Campurkan 1 volume pereaksi tembaga(II) sulfat, 2 volume dari 50 g per L larutan natrium dodesil sulfat P dan 1 volume dari 32 g per L larutan natrium hidroksida P. Simpan pada suhu ruang dan gunakan dalam waktu 2 minggu.

Pereaksi fosfomolibdotungstat encer Campurkan 5 mL fosfomolibdotungstat LP dengan 55 mL air. Simpan dalam wadah kaca aktinik rendah, pada suhu ruang.

Prosedur Tambahkan 1,0 mL Pereaksi tembaga alkali ke dalam masing-masing Larutan baku, Larutan uji dan blangko, dan homogenkan. Diamkan selama 10 menit. Tambahkan 0,5 mL Pereaksi fosfomolibdotungstat encer, aduk dan diamkan pada suhu ruang selama 30 menit. Tetapkan serapan larutan pada panjang gelombang 750 nm, gunakan blangko.

Perhitungan Korelasi antara serapan dan kadar protein tidak linier. Gunakan rentang kadar kecil, yang mendekati linearitas. Gambar hubungan serapan Larutan baku dengan kadar protein, gunakan regresi linier untuk menetapkan kurva baku. Dari kurva baku dan serapan Larutan uji, tentukan kadar protein dalam Larutan uji.

Bahan pengganggu Pada prosedur ini untuk menghilangkan bahan pengganggu tambahkan asam deoksikolat-trikloroasetat ke dalam larutan uji dengan pengendapan protein sebelum digunakan; teknik ini juga dapat digunakan untuk memekatkan kadar protein. Tambahkan 0,1 mL larutan natrium deoksikolat 1,5 g per L ke dalam 1 mL Larutan uji. Campur menggunakan pengocok vorteks dan diamkan pada suhu ruang selama 10 menit. Tambahkan 0,1 mL larutan asam trikloroasetat P 720 g per L selama 30 menit, enaptuangkan cairan dan pipet sisa cairan. Larutkan kembali residu protein dalam 1 mL Pereaksi tembaga alkali.

METODE 3 

Metode ini (umumnya disebut sebagai Uji Bradford) didasarkan pada pergeseran absorpsi dari 470 nm menjadi 595 nm yang diamati ketika pewarna asam biru 90 berikatan dengan protein. Pewarna asam biru 90 berikatan dengan mudah pada residu arginin dan lisin dalam protein yang dapat menyebabkan variasi pada respon pengujian terhadap protein yang berbeda. Protein yang digunakan sebagai senyawa baku harus sama dengan protein yang akan diuji. Terdapat senyawa pengganggu yang relatif rendah, namun lebih baik hindari adanya detergen dan ampolites dalam sampel uji. Sampel alkalin tinggi dapat terganggu dengan adanya pereaksi asam.

Larutan uji Timbang saksama sejumlah zat. Larutkan dalam dapar yang ditentukan hingga diperoleh kadar dalam kisaran kurva baku

Larutan baku Timbang saksama sejumlah protein baku. Larutkan dan encerkan dalam dapar hingga diperoleh tidak kurang dari lima larutan baku dengan kadar protein antara 0,1 mg per mL dan 1 mg per mL.

Blangko Gunakan dapar 

Pereaksi asam biru 90 Larutkan 0,1 g asam biru 90 P dalam 50 mL etanol P. Tambahkan 100 ml asam fosfat P, encerkan dengan air hingga 1000 mL, dan campur. Saring larutan dan simpan pada botol coklat pada suhu ruang. Pengendapan lambat akan terjadi selama penyimpanan. Saring pereaksi sebelum digunakan.

Prosedur Tambahkan 5 mL pereaksi asam biru 90 ke dalam masing-masing 0,100 mL Larutan baku, Larutan uji dan Blangko, kocok. Hindari timbul busa yang menyebabkan reprodusibilitas kecil. Tentukan serapan Larutan baku dan Larutan uji pada panjang gelombang 595 nm menggunakan blangko yang ditentukan sebagai koreksi. Hindari penggunaan sel spektrofotometer silika karena silika mengikat pewarna.

Hubungan serapan dengan kadar protein tidak linier; Gunakan rentang kadar kecil, yang mendekati linearitas. Plot serapan Larutan baku terhadap kadar protein menggunakan regresi linier untuk membentuk kurva baku. Tetapkan kadar protein dalam Larutan uji

METODE 4 

Metode ini umumnya disebut sebagai penetapan kadar asam bicinconinat (bicinchoninic acid atau BCA assay). Didasarkan pada reduksi ion tembaga(II) menjadi ion tembaga(I) oleh protein. Pereaksi asam bicinconinat digunakan untuk mendeteksi ion tembaga(I). Beberapa senyawa akan mengganggu proses reaksi. Ketika terdapat bahan penggangu, efek tersebut dapat diminimumkan dengan pengenceran, asalkan kadar protein yang akan ditentukan tetap mencukupi untuk pengukuran yang akurat. Sebagai alternatif, prosedur presipitasi protein pada Metode 2 dapat digunakan untuk menghilangkan bahan pengganggu. Spesies protein dapat memberikan intensitas respon warna berbeda, sehingga protein baku dan protein uji harus sama.

Gunakan air untuk penyiapan semua dapar dan pereaksi yang digunakan untuk metode ini. Larutan uji Timbang saksama sejumlah zat. Larutkan dalam dapar yang ditentukan hingga diperoleh kadar dalam rentang kurva baku. Larutan baku Timbang saksama sejumlah protein baku. Larutkan dan encerkan dalam dapar yang telah ditentukan, hingga diperoleh tidak kurang dari lima larutan baku yang memiliki kadar protein pada rentang antara 10 μg per mL dan 1200 μg per mL. Blangko Buat blangko dari dapar yang digunakan untuk menyiapkan Larutan uji dan Larutan baku.

Pereaksi BCA Larutkan 10 g dinatrium bicinconinat P, 20 g natrium karbonat monohidrat P, 16 g natrium tartrat P, 4 g natrium hidroksida P, dan 9,5 g natrium hidrogen karbonat P dalam air. Jika diperlukan, atur pH hingga 11,25 dengan larutan natrium hidroksida P atau larutan natrium hidrogen karbonat P. Larutkan dan encerkan dengan air hingga 1000 mL.

Pereaksi tembaga-BCA Larutkan 1 mL dari 40 g per L larutan tembaga(II) sulfat pentahidrat P dan 50 mL pereaksi BCA.

Prosedur Larutkan 0,1 mL masing-masing Larutan baku, Larutan uji dan blangko dengan 2 mL pereaksi tembaga-BCA. Inkubasi larutan pada suhu 37° selama 30 menit, catat waktu, dinginkan sampai suhu ruang. Ukur serapan Larutan baku dan Larutan uji dalam waktu 60 menit setelah inkubasi, menggunakan sel kuarsa pada panjang gelombang 562 nm, gunakan blangko sebagai koreksi. Setelah larutan menjadi dingin pada suhu ruang, intensitas warna terus meningkat secara bertahap.

Perhitungan Korelasi antara serapan dan kadar protein tidak linier. Gunakan rentang kadar kecil, yang mendekati linearitas. Gambar hubungan serapan Larutan baku dengan kadar protein dan gunakan regresi linier untuk menetapkan kurva baku. Dari kurva baku dan serapan Larutan uji, tetapkan kadar protein dalam Larutan uji.

METODE 5 

Metode ini (umumnya disebut sebagai uji biuret) didasarkan pada interaksi ion tembaga(II) dengan protein dalam larutan alkali menghasilkan senyawa yang memberikan serapan pada panjang gelombang 545 nm. Uji ini menunjukkan perbedaan minimum antara jumlah IgG dan albumin ekivalen. Penambahan natrium hidroksida dan pereaksi biuret sebagai pereaksi kombinasi, pencampuran yang tidak sempurna setelah penambahan natrium hidroksida, atau perpanjangan waktu antara penambahan larutan natrium hidroksida dan penambahan pereaksi biuret, sampel IgG akan memberikan respon yang lebih tinggi dibandingkan dengan sampel albumin. Metode asam trikloroasetat yang digunakan untuk meminimalkan efek senyawa pengganggu juga dapat digunakan untuk menentukan kadar protein dalam sampel uji pada kadar kurang dari 500 μg per mL.

Gunakan air suling untuk penyiapan semua dapar dan pereaksi yang digunakan untuk metode ini.

Larutan uji Timbang saksama sejumlah zat. Larutkan dalam larutan 9 g per L natrium klorida P sehingga diperoleh kadar dalam rentang kurva baku.

Enceran larutan uji Untuk satu volume Larutan uji, tambahkan volume yang sama dari 60 g per L natrium hidroksida P dan aduk

Larutan baku Timbang saksama sejumlah protein baku. Larutkan dan encerkan dalam larutan 9 g per L natrium klorida P hingga tidak kurang dari tiga larutan baku yang memiliki kadar protein pada rentang antara 0,5 dan 10 mg per mL.

Blangko Gunakan larutan 9 g per L natrium klorida P. Pereaksi biuret Larutkan 3,46 g tembaga(II) sulfat pentahidrat P dalam 10 mL air panas, dan dinginkan (Larutan A). Larutkan 3,46 g natrium sitrat P dan 20,0 g natrium karbonat anhidrat P dalam 80 mL air panas, dan dinginkan (Larutan B). Campurkan Larutan A dan Larutan B serta encerkan dalam 200 mL air. Gunakan dalam rentang 6 bulan. Jangan gunakan pereaksi jika terjadi kekeruhan atau mengandung endapan.

Prosedur Pada satu volume Larutan uji, tambahkan sejumlah volume sama larutan natrium hidroksida P 60 g per L dan aduk. Segera tambahkan Pereaksi biuret setara dengan 0,4 volume Larutan uji dan aduk cepat. Diamkan pada suhu antara 15° dan 25° selama tidak kurang dari 15 menit. Dalam waktu 90 menit setelah penambahan Pereaksi biuret, tetapkan serapan Larutan baku dan Larutan uji pada panjang gelombang serapan maksimum 545 nm, gunakan blangko sebagai koreksi. Larutan yang terjadi kekeruhan atau endapan tidak dapat digunakan untuk perhitungan kadar protein.

Perhitungan Korelasi antara serapan dan kadar protein mendekati linier dalam rentang kadar protein yang ditunjukkan untuk Larutan baku. Tentukan hubungan serapan Larutan baku dengan konsentrasi protein dan gunakan regresi linier untuk menetapkan kurva baku. Hitung koefisien korelasi untuk kurva baku. Sistem yang sesuai adalah sistem yang menghasilkan garis yang memiliki koefisien korelasi tidak kurang dari 0,99. Dari kurva baku dan serapan Larutan uji, tentukan kadar protein dalam Larutan uji.

Bahan pengganggu Untuk meminimumkan efek Bahan pengganggu, protein dapat diendapkan dari Larutan uji dengan cara tambahkan 0,1 volume dari 500 g per mL larutan asam trikloroasetat P ke dalam 1 volume Larutan uji, buang beningan dan larutkan endapan dalam volume kecil natrium hidroksida 0,5 N. Gunakan larutan yang diperoleh untuk menyiapkan larutan uji.

METODE 6 

Metode fluorometrik didasarkan pada derivatisasi protein dengan o-ftalaldehida, yang bereaksi dengan amin primer pada protein (N-terminal asam amino dan kelompok Ɛ-amino residu lisin). Sensitivitas uji ini dapat meningkat dengan menghidrolisis protein sebelum menambahkan o-ftalaldehida. Hidrolisis membuat gugus α-amino asam amino konstituen tersedia untuk reaksi dengan pereaksi ftalaldehida. Metode ini membutuhkan protein dengan jumlah yang sangat kecil. Amin primer seperti tris(hidroksimetil)aminometan dan dapar asam amino, bereaksi dengan ftalaldehid dan harus dihindari atau dihilangkan. Amonia pada kadar tinggi bereaksi dengan ftalaldehida. Fluoresensi yang diperoleh ketika amina bereaksi dengan ftalaldehida dapat bersifat tidak stabil. Penggunaan prosedur otomatis untuk membakukan prosedur ini dapat meningkatkan akurasi dan presisi pengujian. Gunakan air suling untuk menyiapkan semua dapar dan reagen yang digunakan dalam pengujian.

Larutan uji Timbang saksama sejumlah zat. Larutkan dalam larutan natrium klorida P 9 g per L sehingga diperoleh kadar dalam kisaran kadar Larutan baku. Atur pH antara 8 dan 10,5 sebelum penambahan pereaksi ftalaldehid.

Larutan baku Timbang saksama sejumlah protein baku. Larutkan dan encerkan dalam larutan natrium klorida P 9 g per L sehingga diperoleh tidak kurang dari lima larutan baku dengan kadar protein pada rentang antara 10 dan 200 μg per mL. Atur pH antara 8 dan 10,5 sebelum penambahan pereaksi ftalaldehid.

Blangko Gunakan larutan natrium klorida P 9 g per L. Larutan dapar borat Larutkan 61,83 g asam borat P dalam air dan atur pH hingga 10,4 dengan larutan kalium hidroksida P. Encerkan hingga 1000 mL dengan air suling dan campur. Larutan ftalaldehid persediaan Larutkan 1,20 g ftalaldehid P dalam 1,5 mL metanol P, tambahkan 100 mL Larutan dapar borat dan aduk. Tambahkan 0,6 mL larutan makrogol 23 lauril eter P 300 g per L dan aduk. Simpan pada suhu kamar dan gunakan dalam waktu 3 minggu. Pereaksi ftalaldehid Tambahkan 15 μL 2-merkaptoetanol P ke dalam 5 mL Larutan

persediaan ftalaldehid. Siapkan setidaknya 30 menit sebelum digunakan. Gunakan dalam 24 jam. Prosedur Campurkan 10 μL Larutan uji dan masing-masing Larutan baku dengan 0,1 mL pereaksi ftalaldehid dan diamkan pada suhu kamar selama 15 menit. Tambahkan 3 mL natrium hidroksida 0,5 N dan campur. Tentukan intensitas fluoresensi Larutan baku dan Larutan uji pada panjang gelombang eksitasi 340 nm dan panjang gelombang emisi antara 440 dan 455nm. Ukur intensitas fluoresensi larutan uji hanya sekali, karena irradiasi menurunkan intensitas fluoresensi. Perhitungan Korelasi fluoresensi dengan kadar protein adalah linier. Ukur intensitas fluoresensi Larutan baku terhadap kadar protein dan gunakan regresi linier untuk menetapkan kurva baku. Tentukan kadar protein dalam Larutan uji dari kurva baku dan intensitas fluoresensi Larutan uji.

METODE 7 

Metode ini didasarkan pada analisis nitrogen sebagai penetapan protein. Gangguan yang disebabkan oleh adanya senyawa mengandung nitrogen lain dalam sampel uji dapat mempengaruhi penetapan protein menggunakan metode ini. Teknik analisis nitrogen menghancurkan sampel uji selama analisis tetapi tidak terbatas pada keberadaan protein dalam lingkungan berair. Prosedur A Lakukan seperti yang ditentukan pada penetapan nitrogen dengan digesti asam sulfat atau gunakan uji nitrogen Kjeldahl.

Prosedur B Dalam perdagangan tersedia instrumen untuk analisis nitrogen. Kebanyakan instrumen analisis nitrogen menggunakan pirolisis (yaitu pembakaran sampel dalam oksigen pada suhu mendekati 1000°), yang menghasilkan oksida nitrat (NO) dan oksida nitrogen lainnya (NOx) dari nitrogen yang ada dalam zat uji. Beberapa instrumen mengubah oksida nitrat menjadi gas nitrogen, yang diukur menggunakan detektor konduktivitas termal. Instrumen lain mencampur oksida nitrat (NO) dengan ozon (O3) untuk menghasilkan nitrogen dioksida tereksitasi (NO2*), yang memancarkan cahaya ketika meluruh dan dapat diukur dengan detektor Chemiluminescence. Protein baku yang relatif murni dan komposisinya mirip dengan protein uji digunakan untuk mengoptimalkan parameter injeksi dan pirolisis dan untuk mengevaluasi konsistensi dalam analisis.

Perhitungan Kadar protein dihitung dengan membagi kandungan nitrogen dari sampel dengan kandungan nitrogen yang diketahui dari protein baku. Kandungan nitrogen yang diketahui dari protein baku dapat ditentukan dari komposisi kimia protein baku atau dengan perbandingan dengan zat baku yang sesuai.