<1389> Teknik Amplifikasi Asam Nukleat


TEKNIK AMPLIFIKASI ASAM NUKLEAT <1389>

1.       Teknik amplifikasi asam nukleat didasarkan pada 2 pendekatan berbeda: 

  1. menggunakan amplifikasi sekuens asam nukleat target, sebagai contoh, Polymerase Chain Reaction (PCR), ligase chain reaction (LCR), atau amplifikasi asam ribonukleat (RNA) isotermal; 
  2. menggunakan amplifikasi sinyal hibridisasi, misalnya untuk asam deoksiribonukleat (DNA), metode branched DNA (bDNA). Dalam hal ini, amplifikasi sinyal dapat tercapai tanpa melalui siklus amplifikasi berulang dari asam nukleat.

Pada ketentuan ini, metode PCR digambarkan sebagai metode baku. Metode alternatif dapat digunakan jika memenuhi persyaratan di bawah ini.

2.          Ruang Lingkup

Bagian ini menetapkan persyaratan untuk preparasi sampel, amplifikasi sekuens DNA secara in vitro dan deteksi produk PCR spesifik. Dengan menggunakan PCR, sekuens DNA target dapat dideteksi. Sekuens RNA juga dapat dideteksi setelah dilakukan transkripsi balik RNA ke DNA komplementer (cDNA) dan dilanjutkan dengan amplifikasi.

3.          Prinsip

PCR adalah prosedur yang memungkinkan amplifikasi in vitro spesifik terhadap fragmen DNA atau RNA setelah transkripsi balik menjadi cDNA. Setelah denaturasi DNA untai ganda menjadi DNA untai tunggal, 2 sintetik primer oligonukleotida dengan arah berlawanan menempel pada masing-masing sekuens komplementer pada DNA yang akan diamplifikasi. Region untai ganda pendek yang terbentuk sebagai hasil dari pasangan basa spesifik antara primer dan sekuens DNA komplementer berbatasan dengan fragmen DNA yang akan diamplifikasi, dan berfungsi sebagai titik awal sintesis DNA in vitro dengan menggunakan DNA polymerase tahan panas.

Amplifikasi DNA terjadi dalam siklus yang terdiri dari:

  • denaturasi asam nukleat (sekuens target) menggunakan panas, menjadi 2 untai tunggal 
  • penempelan primer secara spesifik pada sekuens target, dalam kondisi reaksi yang sesuai
  • perpanjangan primer, yang terikat pada kedua untai tunggal, oleh DNA polymerase pada temperatur yang sesuai (sintesis DNA).

Siklus berulang dari denaturasi panas, penempelan primer dan sintesis DNA menyebabkan amplifikasi eksponensial dari fragmen DNA, yang dibatasi oleh primer.

Produk PCR spesifik yang dikenal sebagai amplikon dapat dideteksi menggunakan berbagai metode dengan spesifisitas dan sensitifitas yang sesuai. 

Uji multipleks PCR menggunakan beberapa pasangan primer yang dirancang untuk amplifikasi simultan target yang berbeda dalam satu reaksi.

4.          Bahan

Mengingat PCR memiliki sensitifitas tinggi, sampel harus dilindungi terhadap kontaminasi eksternal sekuens target. Pengambilan sampel, penyimpanan, dan pengiriman bahan uji dilakukan dalam kondisi yang meminimalisir degradasi target sekuens. Jika target sekuens adalah RNA, diperlukan perlakuan khusus karena RNA sangat sensitif terhadap degradasi oleh ribonuklease. Perlu diperhatikan bahwa beberapa pereaksi tambahan, seperti antikoagulan atau pengawet, dapat mengganggu prosedur pengujian.

5.          Metode Uji

5.1. Pencegahan kontaminasi 

Tingginya risiko kontaminasi menyebabkan perlunya pemisahan area yang ketat tergantung dari penanganan bahan dan teknologi yang digunakan. Hal yang perlu dipertimbangkan meliputi perpindahan personil, baju laboratorium, alur bahan, suplai udara dan prosedur dekontaminasi. 

Laboratorium hendaknya dibagi menjadi beberapa area seperti:

  • area master-mix (area bebas cetakan misal primer, dapar dll) 
  • area sebelum PCR (area penanganan pereaksi, sampel dan kontrol) 
  • area amplifikasi PCR (area penanganan bahan amplifikasi dalam sistem tertutup) 
  • area sesudah deteksi PCR (area penanganan bahan yang telah diamplifikasi dalam sistem terbuka)

Jika menggunakan sistem tertutup, pemisahan area yang ketat tidak diperlukan.

5.2. Preparasi Sampel 

Saat preparasi sampel, sekuens target yang akan diamplifikasi perlu diekstraksi secara efisien atau dibebaskan dari bahan uji sehingga amplifikasi menggunakan kondisi reaksi yang ditetapkan dapat terjadi. Berbagai prosedur ekstraksi secara fisikokimia dan/atau prosedur yang telah dioptimasi dapat digunakan. Zat aditif dalam bahan uji dapat mengganggu PCR. Prosedur pada 7.3.2 harus digunakan sebagai kontrol internal untuk mengendalikan inhibitor yang berasal dari bahan uji. Jika menggunakan cetakan RNA, perlu perhatian khusus untuk mencegah aktivitas ribonuklease.

5.3. Amplifikasi 

Amplifikasi sekuens target menggunakan PCR dilakukan dalam kondisi siklus yang ditentukan (profil suhu untuk denaturasi DNA untai ganda, penempelan dan perpanjangan primer; waktu inkubasi pada suhu tertentu; kecepatan peningkatan suhu). Hal-hal ini bergantung pada berbagai parameter seperti:

  • panjang dan komposisi dasar dari primer dan sekuens target; 
  • jenis DNA polimerase, komposisi dapar dan volume reaksi yang digunakan untuk amplifikasi; 
  • Thermocycler yang digunakan dan tingkat konduktivitas termal antara alat, tabung reaksi dan cairan reaksi.

5.4. Deteksi 

Amplikon yang dihasilkan oleh PCR dapat diidentifikasi berdasarkan ukuran, sekuens, modifikasi kimia atau kombinasi parameter tersebut. Deteksi dan karakterisasi berdasarkan ukuran dapat dilakukan menggunakan elektroferesis gel (menggunakan lempeng gel agarosa atau poliakrilamida atau elektroferesis kapiler) atau kromatografi kolom (misalnya kromatografi cair). Deteksi dan karakterisasi berdasarkan komposisi sekuens dapat dicapai menggunakan hibridisasi spesifik dari pelacak yang memiliki sekuens komplementer dengan sekuens target atau dengan pemotongan amplifikasi bahan berdasarkan titik target spesifik dari enzim restriksi. Deteksi dan karakterisasi menggunakan modifikasi kimia dapat dicapai melalui penempelan fluorophore ke dalam amplikon dan selanjutnya fluoresensi dideteksi setelah eksitasi. Deteksi amplikon juga dapat dilakukan menggunakan pelacak bertanda yang memungkinkan deteksi selanjutnya menggunakan chemiluminescent, radioisotop atau immune-enzyme-coupled

6.          Evaluasi dan Interpretasi Hasil

Hasil valid diperoleh jika kontrol positif memberi hasil positif dan kontrol negatif memberi hasil negatif (pembacaan hasil tidak meragukan). Mengingat metode PCR memiliki sensitifitas sangat tinggi dan adanya risiko kontaminasi perlu dilakukan konfirmasi hasil positif dengan melakukan pengulangan pengujian secara duplo, jika memungkinkan dari tube bahan uji berbeda. Bahan uji disimpulkan positif jika minimal satu dari hasil uji ulang memberikan hasil positif. Jika pengujian mensyaratkan batas tertentu maka dilakukan sistem uji kuantitatif.

7.          Jaminan Mutu

7.1. Validasi sistem PCR 

Program validasi harus mencakup validasi instrumentasi dan metode PCR yang digunakan. Validasi mengacu pada Pedoman ICH Q2 (RI) Validation of Analytical Procedures: Text and Methodology.

Validasi uji PCR menggunakan baku kerja resmi yang sesuai atau baku in-house yang dikalibrasi terhadap Standar Internasional untuk sekuens target, jika tersedia.

7.1.1. Penentuan titik cut-off positif 

Selama validasi uji kualitatif, titik cut-off positif harus ditetapkan. Titik cut-off positif didefinisikan sebagai jumlah minimum sekuens target per volume bahan uji yang dapat dideteksi dalam 95% uji. Titik cut-off positif tergantung pada faktor-faktor yang saling terkait seperti volume bahan uji yang diekstraksi dan efektivitas metode ekstraksi, transkripsi RNA target ke cDNA, proses amplifikasi serta deteksi. Untuk menentukan batas deteksi sistem pengujian, harus mengacu titik cut-off positif untuk setiap sekuens target dan kinerja pengujian di atas dan di bawah titik cut-off positif.

7.1.2. Sistem pengujian kuantitatif 

Untuk pengujian kuantitatif, parameter validasi adalah akurasi, presisi, spesifisitas, batas kuantitasi, linearitas, rentang dan ketegaran.

7.2. Kontrol kualitas pereaksi 

Semua pereaksi yang penting untuk metode yang digunakan harus dikontrol sebelum digunakan secara rutin. Penerimaan/penggunaan pereaksi didasarkan pada kriteria kualitas yang telah ditentukan. Primer adalah komponen penting dari uji PCR sehingga desain, kemurnian dan validasi penggunaan primer dalam uji PCR membutuhkan perhatian khusus. Primer dapat dimodifikasi (misalnya konjugasi dengan fluorophore atau antigen) sehingga memungkinkan penggunaan metode spesifik untuk mendeteksi amplikon, jika modifikasi tersebut tidak menghambat amplifikasi sekuens target yang akurat dan efisien.

7.3. Kontrol Uji 

7.3.1. Kontrol eksternal 

Untuk meminimalisir risiko kontaminasi dan menjamin sensitifitas uji yang memadai, diperlukan kontrol eksternal dalam setiap uji PCR sebagai berikut:

  • kontrol positif: mengandung salinan sekuens target yang telah ditentukan: jumlah yang mendekati nilai cut-off positif (kontrol inhibitor) dan ditentukan secara individual untuk setiap sistem pengujian dan sejumlah kelipatan dari nilai cut-off positif dari sistem pengujian; 
  • kontrol negatif: bahan uji dari matriks yang sesuai dan sudah terbukti bebas dari sekuens target.

7.3.2. Kontrol internal 

Kontrol internal didefinisikan sebagai sekuens asam nukleat yang mengandung urutan pengikatan primer, kecuali ditentukan lain. Kontrol internal harus diamplifikasi secara efektif dan amplikon harus jelas terlihat. Kontrol internal harus dari jenis asam nukleat (DNA/RNA) yang sama dengan bahan yang diuji. Kontrol internal hendaknya ditambahkan ke bahan uji sebelum isolasi asam nukleat sehingga dapat berlaku sebagai kontrol keseluruhan (ekstraksi, transkripsi balik, amplifikasi, deteksi).

7.3.3. Kontrol ambang batas 

Kontrol ambang batas untuk pengujian kuantitatif adalah sampel uji dengan analit pada konsentrasi yang didefinisikan sebagai ambang batas yang tidak boleh dilampaui. Kontrol ini berisi analit yang telah dikalibrasi dalam Unit Internasional dan dianalisis secara paralel dalam setiap uji kuantitatif.

7.4. Asesmen Mutu Eksternal 

Setiap laboratorium harus mengikuti program Asesmen Mutu Eksternal.