Vaksin Jerap Difteri Tetanus Pertusis Sel Utuh, Hepatitis B (Rdna), Dan Hemofilus Tipe B Konjugat (Dtp-Hb-Hib)


Tambahan monografi
VAKSIN JERAP DIFTERI TETANUS PERTUSIS SEL UTUH, HEPATITIS B (rDNA), DAN HEMOFILUS TIPE B KONJUGAT (DTP-HB-Hib)
Diphtheria, Tetanus, Pertussis (Whole Cell), Hepatitis B (rDNA) and Haemophilus Type B Conjugate Vaccine (Adsorbed) (DTP-HB- Hib)

Vaksin Jerap Difteri Tetanus Pertusis Sel Utuh, Hepatitis B (rDNA) dan Hemofilus tipe b konjugat adalah vaksin kombinasi yang terdiri dari: toksoid formol difteri mengandung tidak kurang dari 1.500 Limit of flocculation (Lf) <1410> per mg dari nitrogen protein; toksoid formol tetanus yang dimurnikan mengandung tidak kurang dari 1.000 Lf <1410> per mg dari nitrogen protein; antigen permukaan hepatitis B dan hemofilus tipe B terkonjugasi dengan protein yang sesuai dengan penjerap mineral dimana terdapat suspensi inaktif dari Bordetella pertussis (B. pertussis); penjerap mineral seperti suspensi dari aluminium hidroksida atau aluminium fosfat hidrat atau kalsium fosfat dalam larutan salin atau larutan isotonik lain yang sesuai.
Toksoid formol disiapkan dari toksin yang diproduksi oleh biakan Corynebacterium diphtheriae dan Clostridium tetani berturut-turut dalam media yang sesuai. Toksin diubah menjadi toksoid menggunakan larutan formaldehid dengan metode yang mencegah reversibilitas toksoid.
Antigen permukaan Hepatits B adalah komponen protein virus Hepatitis B, antigen diperoleh secara teknologi DNA rekombinan.
Polisakarida, poliribosilribitol fosfat (PRP) adalah susunan kopolimer linier dari 3-ß-D-ribofuranosil- (1→1)-ribitol-5-fosfat ((C10H19O12P)n) yang berulang, dengan ukuran molekul yang ditetapkan dan diturunkan dari galur Haemophilus influenzae tipe b yang sesuai. Protein pembawa, ketika dikonjugasikan ke PRP, dapat menginduksi respon imun sel B bergantung sel T terhadap polisakarida. Produk ini diberikan dengan komponen hemofilus dalam wadah yang terpisah, isinya dicampur dengan komponen lain segera sebelum digunakan.
Produk akhir mengandung antimikroba yang sesuai. Sifat antigenik vaksin dipengaruhi secara negatif oleh adanya pengawet antimikroba tertentu khususnya dari tipe fenolik dan beberapa tipe Produk akhir mengandung antimikroba yang sesuai. Sifat antigenik vaksin dipengaruhi secara negatif oleh adanya pengawet antimikroba tertentu khususnya dari tipe fenolik dan beberapa tipe.

PRODUKSI
KETENTUAN UMUM PRODUKSI
Metode produksi harus menunjukkan hasil vaksin yang konsisten terhadap potensi dan keamanan klinik pada manusia.

Jika komponen hemofilus tersedia dalam wadah terpisah dan merupakan bagian dari studi konsistensi, penetapan potensi difteri, tetanus, pertusis, dan hepatitis B dilakukan pada sejumlah bets vaksin yang telah direkonstitusi. Untuk kontrol rutin berikutnya, pengujian komponen ini dapat dilakukan tanpa pencampuran dengan komponen hemofilus.

Toksisitas Spesifik Komponen Difteri dan Tetanus Suntikkan secara subkutan sejumlah 5 kali dosis sediaan uji seperti tertera pada label pada masing-masing 5 ekor marmot. Tidak seekor hewanpun menunjukkan gejala, atau mati karena keracunan toksin difteri atau tetanus selama 42 hari. Jika selama periode pengamatan lebih dari satu hewan mati karena penyebab yang tidak spesifik, ulangi pengujian. Pada pengujian kedua tidak seekor hewanpun menunjukkan gejala atau mati karena keracunan toksin difteri atau tetanus, atau karena sebab lain dalam waktu 42 hari.
Stabilitas lot akhir dan produk antara terkait dievaluasi menggunakan satu atau lebih indikator uji. Uji tersebut meliputi penetapan ukuran molekul, penetapan PRP bebas dalam konjugat, dan uji imunogenisitas pada mencit. Dengan mempertimbangkan hasil uji stabilitas, persyaratan pelulusan ditetapkan berdasarkan indikator uji tersebut untuk memastikan bahwa vaksin memenuhi syarat hingga akhir periode validasi.
Vaksin baku Bila penetapan absah dapat dilakukan, vaksin baku komponen tunggal dapat digunakan untuk penetapan vaksin kombinasi. Jika hal ini tidak memungkinkan karena adanya interaksi antara komponen vaksin kombinasi atau karena perbedaan komposisi antara vaksin baku komponen tunggal dan vaksin uji, bets vaksin kombinasi yang terbukti efektif dalam uji klinis atau yang mewakili bets dapat digunakan sebagai vaksin baku. Bets yang mewakili harus diuji dengan prosedur yang sama dengan bets yang diuji klinis. Vaksin baku dapat distabilkan dengan metode yang terbukti tidak mempunyai efek pada penetapan potensi.

PRODUKSI KOMPONEN
Komponen produksi memenuhi syarat monografi Vaksin Jerap Difteri, Vaksin Jerap Tetanus, Vaksin Jerap Pertusis Sel Utuh, Vaksin Hepatitis B (rDNA) dan Vaksin konjugat haemophilus tipe b.

RUAHAN AKHIR
Seluruh komponen vaksin pada wadah yang sama
Vaksin ruahan akhir disiapkan dengan adsorpsi, secara terpisah atau bersama-sama, pada jumlah yang sesuai dari toksoid difteri, toksoid tetanus, antigen permukaan hepatitis B yang dimurnikan pada pembawa mineral seperti aluminium fosfat hidrat atau aluminium hidroksida, pencampuran sejumlah suspensi yang tepat jika komponen B.pertussis yang tidak aktif dan campuran dari jumlah konjugat PRP yang sesuai; campuran yang dihasilkan isotonik dengan darah. Konsentrasi opasitas bakteri B.pertussis vaksin ruahan akhir tidak lebih dari 20 UI per dosis tunggal manusia. Jika dua atau lebih galur B. pertussis digunakan, komposisi lot vaksin ruahan akhir yang berturut-turut harus konsisten untuk setiap galur yang diukur dalam unit opasitas. Dapat ditambahkan pengawet antimikroba yang sesuai.

Seluruh komponen vaksin pada wadah yang terpisah Vaksin ruahan akhir disiapkan dengan adsorpsi, secara terpisah atau bersama-sama, pada jumlah yang sesuai dari toksoid difteri, toksoid tetanus, antigen permukaan hepatitis B yang dimurnikan pada pembawa mineral seperti aluminium fosfat hidrat atau aluminium hidroksida, pencampuran sejumlah suspensi yang tepat jika komponen B.pertussis yang tidak aktif dan campuran dari jumlah konjugat PRP yang sesuai; campuran yang dihasilkan isotonik dengan darah. Konsentrasi opasitas bakteri B.pertussis vaksin ruahan akhir tidak lebih dari 20 UI per dosis tunggal manusia. Jika dua atau lebih galur B. pertussis digunakan, komposisi lot vaksin ruahan akhir yang berturut-turut harus konsisten untuk setiap galur yang diukur dalam unit opasitas. Ruahan akhir diisi secara terpisah. Pengawet antimikroba yang sesuai dapat ditambahkan. Ruahan akhir komponen hemofilus dibuat dengan pengenceran konjugat besar ke konsentrasi akhir menggunakan pengencer yang sesuai. Dapat ditambahkan stabilisator diisi secara terpisah dan diliofilisasi.
Hanya vaksin ruahan akhir yang memenuhi syarat di bawah ini yang dapat digunakan untuk pembuatan lot akhir.

Pengawet antimikroba <61> Tidak kurang dari 85% dan tidak lebih dari 115% dari jumlah yang tertera pada etiket. Jika digunakan, tetapkan jumlah pengawet antimikroba dengan metode kimia atau fisikokimia yang sesuai.

Sterilitas <71> Memenuhi syarat. Gunakan 10 mL untuk setiap media.

LOT AKHIR
Hanya lot akhir yang memenuhi syarat uji osmolalitas seperti tertera pada Identifikasi, Uji dan Penetapan potensi yang dapat diluluskan.
Uji batas untuk toksisitas spesifik toksoid difteri, tetanus toksoid dan komponen pertusis dan pengawet antimikroba dan pengujian untuk komponen difteri, tetanus dan pertusis telah dilakukan dengan hasil yang memuaskan pada vaksin ruahan akhir, maka dapat dihilangkan pada lot akhir. Uji batas formaldehid bebas yang telah dilakukan pada antigen yang dimurnikan atau pada ruahan akhir, dan menunjukkan kadar dalam lot akhir tidak lebih dari 0,2 g per L, maka Uji batas formaldehid bebas pada lot akhir dapat dihilangkan. Jika uji dilakukan secara in vivo untuk komponen Hepatitis B dan memberikan hasil memuaskan pada vaksin ruahan, maka dapat dihilangkan pada lot ahkir.

PRP Bebas PRP yang tidak terikat ditentukan setelah penghilangan konjugat, misalnya dengan kromatografi eksklusi ukuran, kromatografi pertukaran anion, pemisahan hidrofobik, ultrafiltrasi dan ultrasentrifugasi. Jumlah PRP bebas tidak lebih dari syarat yang telah disetujui.

pH <1071> 6,0 sampai 7,0.

Osmolalitas <941> Memenuhi syarat, direkonstitusi jika digunakan, dalam batas yang disepakati untuk persiapan tertentu.

Pemerian cairan keruh hampir putih yang menggunakan mineral sebagai pembawa, lama-lama akan mengendap jika didiamkan.

IDENTIFIKASI
Uji identifikasi A, B, C, D dan E dapat dihilangkan jika uji F dilakukan. Uji F dapat dihilangkan jika uji A, B, C, D dan E dilakukan.

  1. Toksoid difteri Larutkan sejumlah natrium sitrat P dalam sediaan uji hingga diperoleh larutan 5-10%. Simpan pada suhu 37° selama lebih kurang 16-20 jam dan sentrifus hingga diperoleh beningan. Beningan bereaksi dengan imunoserum difteri yang sesuai: terbentuk endapan.
  2. Toksoid tetanus Beningan yang diperoleh pada uji A bereaksi dengan imunoserum tetanus yang sesuai: terbentuk endapan.
  3. Komoponen pertussis Tambahkan antiserum B. pertussis yang sesuai pada sediaan uji: terbentuk aglutinasi.
  4. Antigen permukaan hepatitis B Diidentifikasi menggunakan residu sentrifugasi yang diperoleh pada uji identifikasi A, memberikan reaksi positif ketika di uji dengan metode in vitro yang sesuai.
  5. PRP    Komponen    hemofilus    diidentifikasi menggunakan metode imunokimia yang sesuai <1385>.
  6. Vaksin memberikan kekebalan aktif pada mencit dan marmot ketika diberikan seperti tertera pada uji untuk Penetapan potensi.

UJI BATAS
Jika komponen hemofilus terdapat pada wadah terpisah, pengujian untuk toksisitas spesifik toksoid difteri, toksoid tetanus, dan komponen pertusis, aluminum, formaldehid bebas, pengawet antimikroba dan sterilitas dilakukan pada wadah dengan komponen difteri, tetanus, pertusis dan hepatitis B; uji PRP, air, sterilitas dan pirogen yang dilakukan pada wadah yang mengandung komponen hemofilus.
Beberapa pengujian untuk komponen hemofilus dilakukan pada produk beku kering dibandingkan pada ruahan konjugat meskipun proses beku kering dapat mempengaruhi komponen yang diuji.

Air <1031> Tidak lebih dari 3% untuk komponen hemofilus beku kering.

PRP Tidak kurang dari 80% dan tidak lebih dari 120% dari jumlah PRP yang tertera pada etiket. PRP ditentukan dengan analisa ribosa <1405> atau fosfor <1401>, secara metode imunokimia <1385> atau kromatografi cair penukar anion pada Kromatografi <931> dengan detektor amperometrik. 

Aluminum <1391> Tidak lebih dari 1,25 mg per dosis tunggal manusia, jika aluminum hidroksida atau aluminum hidrat fosfat digunakan sebagai penjerap.

Formaldehid Bebas <1395> Tidak lebih dari 0,2 g per L

Pengawet antimikroba <61> Jika digunakan, tidak kurang dari 85% dan tidak lebih dari 115% dari kandungan yang diharapkan. Tetapkan kadar pengawet antimikroba dengan metode kimia yang sesuai.

Sterilitas <71> Memenuhi syarat

Endotoksin Bakteri <201> Memenuhi syarat. Jika terdapat komponen vaksin yang menghambat penetapan endotoksin, lakukan Uji pirogen seperti yang tertera pada Produksi.

PENETAPAN POTENSI
Penetapan potensi dapat dilakukan pada lot akhir maupun ruahan akhir.

Komponen Difteri Lakukan seperti tertera pada penetapan Vaksin Jerap Difteri. Nilai potensi dengan tingkat kepercayaan terendah (P=0,95) tidak kurang dari 30 UI per dosis tunggal manusia.

Komponen Tetanus Lakukan seperti tertera pada monografi Vaksin Jerap Tetanus. Jika penetapan dilakukan pada marmot, nilai potensi dengan tingkat kepercayaan terendah (P=0,95) tidak kurang dari 40 UI per dosis tunggal manusia; jika penetapan dilakukan pada mencit, nilai potensi dengan tingkat kepercayaan terendah (P=0,95) tidak kurang dari 60 UI per dosis tunggal manusia

Komponen Pertusis Lakukan seperti tertera pada monografi Vaksin Jerap Pertusis Sel utuh. Potensi tidak kurang dari 4,0 UI per dosis tunggal manusia dan Nilai potensi dengan tingkat kepercayaan terendah (P=0,95) tidak kurang dari 2,0 UI per dosis tunggal manusia.

Antigen Permukaan Hepatitis B (Jerap) Lakukan seperti tertera pada monografi Vaksin Hepatitis B Rekombinan. Nilai potensi yang dilakukan secara in vivo dengan tingkat kepercayaan terendah (P=0,95) tidak kurang dari 1,0 unit per dosis tunggal manusia. Sedangkan untuk nilai potensi yang dilakukan secara in vitro memenuhi syarat yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang.