<1291> Warna Dan Akromisitas


Metode 1

 

    Definisi Warna dalam hal ini didefinisikan sebagai persepsi atau respons subjektif seorang pengamat terhadap rangsangan objektif energi sinar pada spektrum cahaya tampak   pada panjang gelombang   400 nm sampai 700 nm. Warna yang tampak jelas merupakan fungsi dari tiga variabel, yaitu sifat spektrum benda, serapan dan refleksi; sifat spektrum sumber iluminasi dan sifat visual dari pengamat.

    Dua benda disebut memiliki warna sepadan untuk iluminasi tertentu bila seorang pengamat tidak dapat membedakan perbedaan warna tersebut. Bila sepasang benda menunjukkan warna yang sepadan terhadap satu sumber iluminasi dan tidak dengan yang lain, keduanya merupakan pasangan metamerik. Warna yang sepadan dari dua benda terjadi untuk semua sumber iluminasi bila spektrum serapan dan reflektans dari dua benda tersebut sama.

    Akromisitas atau ketidakberwarnaan adalah suatu skala warna transmisi cahaya yang ekstrim. Hal itu berarti tidak ada warna, dan oleh karena itu spektrum cahaya tampak benda tersebut kurang memberikan serapan. Untuk tujuan praktis, bila pengamat menyatakan sedikit atau tidak sama sekali terjadi penyerapan dalam spektrum cahaya tampak.

 

    Sifat-sifat warna  Karena sensasi warna dapat bersifat subjektif dan objektif, warna tidak dapat digambarkan hanya dalam batasan-batasan spektro-fotometrik saja. Oleh karena itu sifat – sifat umum suatu warna tidak dapat dikaitkan langsung dengan terminologi spektrum.

    Tiga sifat yang umum digunakan untuk mengidentifikasi suatu warna adalah (1) Warna atau kualitas yang membedakan satu golongan warna dari lainnya seperti merah, kuning, biru,hijau dan warna-warna diantaranya, (2) Nilai atau kualitas yang membedakan warna gelap terhadap terang, (3) Intensitas warna, atau kualitas yang membedakan warna kuat terhadap yang lemah atau sejauh mana suatu warna berbeda dari nilai yang sama.

    Ketiga sifat warna dapat digunakan untuk menetapkan ruang warna tiga dimensi berdasarkan koordinatnya. Ruang warna yang dipilih adalah ruang warna dengan keseragaman secara visual, bila jarak geometrik antara dua warna dalam ruang warna merupakan ukuran langsung jarak warnanya. Koordinat silindris sering merupakan pilihan yang sesuai.

    Titik-titik disepanjang aksis panjang menunjukkan nilai dari gelap ke terang atau dari hitam ke putih, memiliki warna yang tidak dapat ditetapkan dan tanpa intensitas warna. Dengan menggunakan perpotongan garis tegak lurus terhadap aksis nilai, warna ditetapkan berdasarkan sudut sepanjang aksis panjang dan intensitas warna ditetapkan berdasarkan jarak aksis panjang. Merah, kuning, hijau, biru, ungu dan warna –warna diantaranya diperoleh dari perbedaan sudutnya. Warna sepanjang radius dari perpotongan memiliki warna yang sama, tetapi intensitas akan meningkat dengan bertambahnya jarak. Contoh: air tidak berwarna atau jernih memiliki warna yang tidak dapat ditetapkan, nilai tinggi dan tanpa intensitas warna. Bila suatu zat berwarna yang larut ditambahkan, air menjadi berwarna. Lebih banyak ditambahkan, warna menjadi lebih gelap, lebih kuat, lebih tua, dengan demikian intensitas warna umumnya bertambah dan nilainya berkurang. Jika zat yang larut berwarna netral, yaitu abu-abu, nilai akan berkurang, tidak ada peningkatan intensitas warna yang teramati dan warna tetap tidak dapat ditetapkan.

    Pengukuran secara spektroskopik dapat dikonversikan menjadi pengukuran ketiga sifat warna. Hasil spektroskopik ketiga cahaya atau stimulus terpilih diberi bobot oleh ketiga fungsi distribusi hingga menghasilkan nilai tristimulus X, Y, Z seperti tertera pada Pengukuran Warna dengan Instrumen <1341>. Fungsi distribusi ditetapkan berdasarkan percobaan perbandingan warna dengan subyek manusia.

    Nilai tristimulus bukan merupakan koordinat dalam ruang warna dengan keseragaman secara visual; namun beberapa transformasi telah diusulkan sebagai pendekatan bentuk keseragaman, diantaranya seperti tertera pada Pengukuran Warna dengan Instrumen <1341>. Nilai tersebut sering merupakan fungsi nilai Y saja. Untuk memperoleh keseragaman dalam sub-ruang warna dan intensitas, belum memuaskan. Secara praktis hal ini berarti bahwa dalam membandingkan warna secara visual dari dua benda yang warnanya berbeda secara berarti, sulit memutuskan intensitas warna mana yang lebih tinggi. Dengan demikian adalah penting membandingkan warna baku terhadap contoh sedekat mungkin, terutama untuk sifat-sifat warna dan intensitas warna.

 

    Penetapan warna dan baku   Pengertian warna dan kesepadanan warna tergantung pada kondisi-kondisi pandangan dan iluminasi. Penetapan harus menggunakan iluminasi baur dan seragam pada kondisi yang dapat mengurangi bayangan dan reflektans non spektral sampai tingkat minimum. Permukaan serbuk harus dihaluskan dengan tekanan ringan sehingga diperoleh permukaan yang datar bebas dari ketidakteraturan. Cairan harus dibandingkan dalam tabung pembanding warna yang sepadan, dengan latar belakang putih. Jika hasil yang diperoleh bervariasi menurut iluminasinya, hasil yang diperoleh dari cahaya alam atau cahaya buatan pada siang hari dianggap yang benar. Selain penetapan secara visual dapat digunakan metode peralatan yang sesuai.

    Baku warna harus sedekat mungkin terhadap warna bahan uji untuk penetapan kuantitatif perbedaan warna. Baku untuk bahan tidak tembus cahaya tersedia secara komersial. Larutan padanan untuk membandingkan warna-warna cairan dapat dibuat menurut Tabel berikut. Untuk membuat larutan padanan yang diperlukan, pipet sejumlah volume larutan uji kolorimetri (seperti tertera pada Larutan Kolorimetri (LK)) dan air ke dalam salah satu tabung pembanding, campur. Buat pembanding sesuai dengan yang tertera pada masing-masing monografi dibawah kondisi pengamatan. Larutan padanan atau campuran larutan  kolorimetri lain, dapat digunakan dengan kadar sangat rendah untuk mengukur deviasi akromisitas.

 

Tabel 1 Larutan Padanan Metode 1

Larutan padanan

Bagian Kobalt(II) klorida

LK

Bagian Besi(III) klorida

LK

Bagian  Tembaga

(II) sulfat

LK

Bagian Air

A

0,1

0,4

0,1

4,4

B

0,3

0,9

0,3

3,5

C

0,1

0,6

0,1

4,2

D

0,3

0,6

0,4

3,7

E

0,4

1,2

0,3

3,1

F

0,3

1,2

0,0

3,5

G

0,5

1,2

0,2

3,1

H

0,2

1,5

0,0

3,3

I

0,4

2,2

0,1

2,3

J

0,4

3,5

0,1

1,0

K

0,5

4,5

0,0

0,0

L

0,8

3,8

0,1

0,3

M

0,1

2,0

0,1

2,8

N

0,0

4,9

0,1

0,0

O

0,1

4,8

0,1

0,0

P

0,2

0,4

0,1

4,3

Q

0,2

0,3

0,1

4,4

R

0,3

0,4

0,2

4,1

S

0,2

0,1

0,0

4,7

T

0,5

0,5

0,4

3,6

 

Metode II

 

    Definisi  Larutan dinyatakan tidak berwarna jika mempunyai penampilan seperti air atau pelarut atau warnanya tidak lebih kuat dari Larutan padanan U9.

 

    Penetapan warna  Gunakan tabung yang sama, tidak berwarna, tembus pandang, kaca netral, dengan diameter luar 12 mm, bandingkan 2,0 mL dari larutan yang diuji dengan 2,0 mL air atau pelarut atau Larutan padanan  (Tabel Larutan Padanan Induk Metode II dan Metode III, Larutan padanan U, Larutan Padanan V, Larutan padanan W, Larutan padanan X, Larutan padanan Y ) yang dinyatakan dalam monografi. Bandingkan warna dalam cahaya baur dengan mengamati  secara horisontal  terhadap latar belakang putih.

 

    Penyimpanan Simpan Larutan padanan dalam tabung yang disegel, tidak berwarna, transparan, kaca netral dengan diameter luar 12 mm dan terlindung dari cahaya.

 

Metode III

 

    Definisi Larutan dinyatakan tidak berwarna jika mempunyai penampilan seperti air atau pelarut atau warnanya tidak lebih kuat dari Larutan padanan U9.

 

    Penetapan warna  Gunakan tabung yang sama, tidak berwarna, tembus pandang, kaca netral, dengan alas datar dan diameter dalam 15 mm hingga 25 mm, bandingkan 40 mm lapisan larutan yang diuji dengan 40 mL lapisan air atau pelarut atau Larutan padanan.

(Tabel Larutan Padanan Induk Metode II dan Metode III, Larutan Padanan U, Larutan Padanan V, Larutan padanan W, Larutan Padanan X, Larutan Padanan Y) yang dinyatakan dalam monografi. Bandingkan kolom cairan dalam cahaya baur dengan mengamati dari atas terhadap latar belakang putih.

 

    Penyimpanan Buat Larutan padanan segera sebelum digunakan  dari Larutan padanan induk.

 

Tabel Larutan Padanan Induk Metode II

dan Metode III

Larutan padanan

Induk

Kobalt (II) klorida

LK

(mL)

Besi (III) klorida

LK

(mL)

Tembaga (II) sulfat

LK

(mL)

Asam hidroklorida 1% b/v

(mL)

U

   30

   30   24   16

V

   10

   24     4   62

W

     6

   24     0   70

X

     2

   96     2     0

Y

   20

   10     0   70

 

Tabel Larutan Padanan U

Larutan padanan

Larutan padanan induk U (mL)

Asam hidroklorida 1% b/v (mL)

U1

75,0

25,0

U2

50,0

50,0

U3

37,5

62,5

U4

25,0

75,0

U5

12,5

87,5

U6

5,0

95,0

U7

2,5

97,5

U8

1,5

98,5

U9

1,0

99,0

 

Tabel Larutan Padanan V

Larutan padanan

Larutan padanan induk V (mL)

Asam hidroklorida 1% b/v (mL)

V1

100,0

               0

V2

          75,0             25,0

V3

          50,0             50,0

V4

          25,0             75,0

V5

          12,5

87,5

V6

            5,0

95,0

V7

            2,5

97,5

 

Tabel Larutan Padanan W

Larutan padanan

Larutan padanan induk W (mL )

Asam hidroklorida 1% b/v (mL )

W1

100,0

               0

W2

          75,0             25,0

W3

          50,0             50,0

W4

          25,0             75,0

W5

          12,5

87,5

W6

            5,0

95,0

W7

            2,5

97,5

 

Tabel Larutan Padanan X

Larutan padanan

Larutan padanan induk X (mL)

Asam hidroklorida 1% b/v (mL)

X1

25,0

        75,0

X2

15,0

        85,0

X3

8,5

        91,5

X4

5,0

        95,0

X5

3,0

        97,0

X6

1,5

        98,5

X7

0,75

        99,25

 

 

 

 

Tabel Larutan Padanan Y

Larutan padanan

Larutan padanan induk Y (mL)

Asam hidroklorida 1% b/v (mL)

Y1

100,0

           0

Y2

            75,0

25,0

Y3

            50,0

50,0

Y4

            37,5

62,5

Y5

            25,0

75,0

Y6

            12,5

87,5

Y7

              5,0

95,0