Amoksilin Natrium


Amoxicillin Sodium

Natrium-(2S,5R,6R)-6-[[(2R)-2-amino-2-(4-hidroksifenil asetil]amino]-3,3-dimetil-7-okso-4-tia-1-azabisiklo[3,2,0]heptan-2-karboksilat [34642-77-8]

C16H18N3NaO5S                                         BM 387,4

 

Amoksisilin Natrium mengandung tidak kurang dari 89,0% dan tidak lebih dari 102,0% C16H18N3NaO5S, dihitung terhadap zat anhidrat.

 

Pemerian Serbuk putih atau hampir putih; sangat higroskopik.

 

Kelarutan Sangat mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol mutlak;  sangat sukar larut dalam aseton.

 

Baku pembanding Amoksisilin Natrium BPFI; Amoksisilin Trihidrat BPFI; Ampisilin Trihidrat BPFI; Sefadroksil BPFI; Endotoksin BPFI; [Catatan Bersifat pirogenik, penanganan vial dan isi harus hati-hati untuk menghindari kontaminasi.] Rekonstitusi semua isi, simpan larutan dalam lemari pendingin dan gunakan dalam waktu 14 hari. Simpan vial yang belum dibuka dalam lemari pembeku.

 

Identifikasi Lakukan identifikasi A, D atau B, C, D

    A. Timbang 250 mg zat, larutkan dalam 5 mL air, tambahkan 0,5 mL asam asetat encer LP, aduk dan diamkan dalam tangas es selama 10 menit. Saring dan bilas residu dengan 2 sampai 3 mL campuran air - aseton P (1:9). Keringkan dalam oven pada suhu 60° selama 30 menit. Spektrum serapan inframerah residu yang didispersikan dalam kalium bromida P menunjukkan maksimum hanya pada bilangan gelombang yang sama seperti pada Amoksisilin Trihidrat BPFI.

    B. Lakukan penetapan secara Kromatografi lapis tipis seperti tertera pada Kromatografi <281>.

    Fase gerak Campuran aseton P dan larutan amonium asetat P 15,4%, atur pH hingga 5,0 dengan penambahan asam asetat glasial P (10:90).

    Larutan baku A Larutkan 25,0 mg Amoksisilin Trihidrat BPFI dalam 10 mL larutan natrium bikarbonat P 4,2%.

    Larutan baku B Larutkan 25,0 mg Amoksisilin Trihidrat BPFI dan 25,0 mg Ampisilin Trihidrat BPFI dalam 10 mL larutan natrium bikarbonat P 4,2%.

    Larutan uji Larutkan 25 mg zat dalam 10 mL larutan natrium bikarbonat P 4,2%.

    Prosedur Totolkan secara terpisah masing-masing 1,0 ?L Larutan baku A, Larutan Baku B dan Larutan uji pada lempeng kromatografi yang dilapisi campuran silika gel P yang tersilanisasi. Masukkan lempeng ke dalam bejana kromatograf berisi Fase gerak dan biarkan Fase gerak merambat hingga 15 cm.  Angkat lempeng, tandai batas rambat, biarkan lempeng kering di udara dan paparkan dengan uap iodum P hingga bercak tampak. Bercak utama yang diperoleh dari Larutan uji mempunyai harga Rf, warna dan ukuran yang sama dengan bercak utama yang diperoleh dari Larutan baku A. Kromatogram Larutan baku B menunjukkan dua bercak yang terpisah dengan sempurna.

    C. Masukkan lebih kurang 2 mg zat ke dalam tabung reaksi dengan ukuran panjang lebih kurang 150 mm dan diameter dalam 15 mm. Basahkan dengan 0,05 mL air dan tambahkan 2 mL asam sulfat-formaldehid LP goyangkan tabung: larutan praktis tidak berwarna. Panaskan tabung dalam tangas air selama 1 menit: terjadi warna kuning tua.

D. Menunjukkan reaksi Natrium cara B seperti tertera pada Uji Identifikasi Umum <291>.

 

Kejernihan larutan <881> Tidak lebih opalesen dari Suspensi padanan II; Timbang saksama lebih kurang 1,0 g zat, larutkan dalam 10,0 mL air: larutan tidak boleh lebih keruh dari Suspensi padanan II. Larutan awal berwarna merah muda, setelah 5 menit, ukur serapan pada 430 nm: serapan tidak lebih besar dari 0,20.

 

pH <1071> Antara 8,0 dan 10,0; lakukan penetapan menggunakan larutan 2,0 g zat dalam 20 mL air bebas karbon dioksida P.

 

Rotasi jenis <1081> Antara +240º dan +290º dihitung terhadap zat anhidrat; lakukan penetapan menggunakan 62,5 mg zat yang dilarutkan dalam larutan kalium biftalat P 0,4% hingga 25,0 mL.

 

Cemaran organik Lakukan penetapan dengan cara Kromatografi cair kinerja tinggi seperti tertera pada Kromatografi <931>.

    Dapar Larutan kalium fosfat monobasa 0,2 N, atur pH hingga 5,0 dengan penambahan natrium hidroksida encer LP. Encerkan 25 mL larutan hingga 100 mL.

    Fase gerak A Campuran asetonitril P - Dapar (1:99).

    Fase gerak B Campuran asetonitril P - Dapar (1:4).

    Fase gerak Gunakan variasi Fase gerak A dan Fase gerak B seperti tertera pada Sistem kromotografi.

    Larutan baku A Timbang saksama 30,0 mg Amoksisilin Trihidrat BPFI, masukan ke dalam labu tentukur 50-mL, larutkan dan encerkan dengan Fase gerak A sampai tanda.

    Larutan baku B Timbang saksama 4,0 mg Sefadroksil BPFI, masukan ke dalam labu tentukur 50-mL, larutkan dan encerkan dengan Fase gerak A sampai tanda. Pipet 5 mL larutan ke dalam labu tentukur 100-mL, tambahkan 5,0 mL Larutan baku A, encerkan dengan dengan Fase gerak A sampai tanda.

    Larutan baku C Pipet 2 mL Larutan baku a ke dalam labu tentukur 20-mL, encerkan dengan Fase gerak A sampai tanda.  Pipet 5 mL larutan ke dalam labu tentukur 20-mL, encerkan dengan Fase gerak A sampai tanda.  

   Larutan baku D Timbang saksama 200 mg Amoksisilin trihidrat BPFI, tambahkan 1,0 mL air, kocok dan tambahkan tetes demi tetes natrium hidroksida encer LP, sampai larut. pH larutan kurang lebih 8,5. Simpan larutan pada suhu ruang selama 4 jam. Pipet 0,5 mL larutan ke dalam labu tentukur 50-mL, encerkan dengan Fase gerak A sampai tanda.

    Blangko Gunakan Fase gerak A.

    Larutan uji A Timbang saksama lebih kurang 30 mg zat, masukan ke dalam labu tentukur 50-mL, larutkan dan encerkan dengan Fase gerak A sampai tanda.

    Larutan uji B Timbang saksama lebih kurang   30 mg zat, masukan ke dalam labu tentukur 20-mL, larutkan dan encerkan dengan Fase gerak A sampai tanda. Buat larutan segera sebelum digunakan.

    Sistem kromatografi Kromatograf cair kinerja tinggi dilengkapi dengan detektor 254 nm dan kolom berukuran 4,6 mm × 25 cm, berisi bahan pengisi L1 dengan ukuran partikel 5 µm. Laju alir lebih kurang 1,0 mL per menit. Kromatograf diprogram sebagai berikut:

 

Waktu

(menit)

Fase gerak A

(%)

Fase gerak B

(%)

0 - tR

92

8

tR – (tR + 25)

92 ® 0

8 ® 100

(tR + 25) - (tR + 40)

0

100

(tR + 40) - (tR + 55)

92

8

t adalah waktu retensi amoksisilin yang diperoleh dari Larutan baku C.

 

Lakukan kromatografi terhadap Larutan baku B, rekam kromatogram dan ukur respons puncak seperti tertera pada Prosedur: resolusi, R, antara puncak amoksisilin dan sefadroksil tidak kurang dari 2,0.

    Prosedur Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 50 ?L) Larutan baku B, Larutan baku C, mengikuti eluasi isokratik; dan Larutan baku D, Larutan uji B, dan Blangko mengikuti eluasi gradien ke dalam kromatograf, rekam kromatogram dan ukur semua respons puncak. Dari kromatogram Larutan baku D lakukan identifikasi cemaran:  waktu retensi relatif cemaran C, amoksisilin dimer (cemaran J; n=1), dan amoksisilin trimer (cemaran J n=2), berturut-turut lebih kurang 3,4; 4,1 dan 4,5 relatif terhadap amoksisilin. Lakukan kromatografi terhadap Larutan baku B, rekam kromatogram dan ukur respons puncak; resolusi, R, antara puncak amoksisilin dan sefadroksil minimum 2,0; Jika perlu, atur perbandingan Fase gerak A dan Fase gerak B. Masing-masing cemaran dan total cemaran tidak lebih dari batas yang tertera pada Tabel.

 

Tabel

Cemaran

Batas

Cemaran J (n=1)Tidak lebih dari 3 kali respons puncak utama Larutan baku C (3 %)
Cemaran lainTidak lebih dari 2 kali respons puncak utama Larutan baku C (2 %)
Total cemaranTidak lebih dari 9 kali  respons puncak utama Larutan baku C (9 %)

Abaikan respons puncak 0,1 kali respons puncak utama Larutan baku C (0,1%).

 

Dimetilanilin <362> Tidak lebih dari 20 bpj.

 

Asam 2-etilheksanoat Tidak lebih dari 0,8%. Lakukan penetapan dengan cara Kromatografi gas, seperti tertera pada Kromatografi <931>.

    Larutan baku internal Larutkan 100 mg 3-asam sikloheksilpropionat dalam 100 mL sikloheksan P.

    Larutan baku Larutkan 75 mg asam 2-etil heksanoat dalam Larutan baku internal hingga   50,0 mL. Pipet 1 mL larutan, tambahkan 4,0 mL asam hidroklorida P. Kocok kuat selama 1 menit. Biarkan lapisan memisah, jika perlu lakukan sentrifugasi, gunakan lapisan atas.

    Larutan uji Timbang saksama lebih kurang 300 mg zat, masukkan ke dalam labu tentukur, tambahkan 4,0 mL asam hidroklorida P. Kocok kuat dengan 1 mL  Larutan baku internal selama 1 menit. Biarkan lapisan memisah, jika perlu lakukan sentrifugasi, gunakan lapisan atas.

    Sistem kromatografi Kromatograf gas dilengkapi detektor ionisasi nyala dan kolom leburan silika 0,53 mm x 10 meter dilapisi makrogol 20.000        2-nitrotereftalat (G35) setebal 1,0 ?m. Gunakan gas helium P sebagai gas pembawa dengan laju alir 10 mL per menit. Suhu injektor 200°, suhu detektor 300° dan atur suhu kolom sebagai berikut:

waktu (menit)

suhu

(°)

kenaikan suhu

(°/menit)

 

Keterangan

0-2

40

-

isotermal

2-7,3

40 ® 200

30

gradien linear

7,3-10,3

200

-

isotermal

   Prosedur Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 1 ?L) Larutan baku dan Larutan uji ke dalam kromatograf, rekam kromatogram, ukur semua respons puncak. Hitung persentase asam 2-etilheksanoat dengan rumus:

RU dan  RS berturut-turut adalah perbandingan respons puncak  asam 2-etilheksanoat terhadap baku internal dari Larutan uji dan Larutan baku; CS adalah kadar 2-etilheksanoat dalam mg per mL Larutan baku; CU adalah kadar zat dalam mg per mL Larutan uji berdasarkan bobot yang ditimbang.

 

Logam berat <371> Metode IV Tidak lebih dari 20 bpj; lakukan penetapan menggunakan 1,0 g zat dan 2 mL Larutan baku timbal (10 bpj).

 

Air <1031> Metode I Tidak lebih dari 3,0%; lakukan penetapan menggunakan 400 mg.

 

Sterilitas <71> Memenuhi syarat.

 

Pirogen <231> Memenuhi syarat, lakukan penetapan menggunakan dosis uji 1 mL per kg yang mengandung 20 mg zat uji per mL dalam air untuk injeksi P.

 

Endotoksin Bakteri <201> Tidak lebih dari      0,25 unit Endotoksin FI per mg, jika digunakan untuk pembuatan sediaan parenteral tanpa prosedur sterilisasi lebih lanjut.

 

Penetapan kadar Lakukan penetapan dengan cara Kromatografi cair kinerja tinggi seperti tertera pada Kromatografi <931>.

    Dapar, Fase gerak A, Fase gerak B, Larutan baku A, Larutan uji A, Lakukan seperti tertera pada Cemaran organik.

   Sistem kromatografi Lakukan seperti tertera pada Cemaran organik. Lakukan kromatografi terhadap Larutan baku A, rekam kromatogram dan ukur respons puncak, seperti tertera pada Prosedur: simpangan baku relatif pada penyuntikan ulang 6 kali tidak lebih dari 1,0%.

    Prosedur Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 20 ?L) Larutan baku A dan Larutan uji A ke dalam kromatograf, rekam kromatogram dan ukur respons puncak utama. Hitung persentase Amoksisilin natrium, C16H18N3NaO5S, dalam zat yang digunakan dengan rumus:

rU dan rS berturut-turut adalah respons puncak dari Larutan uji A dan Larutan baku A; CS adalah kadar Amoksisilin Trihidrat BPFI setara amoksisilin dalam mg per mL Larutan baku A; CU adalah kadar zat dalam mg per mL Larutan uji A berdasarkan bobot yang ditimbang; 387,4 dan 365,41 berturut-turut adalah bobot molekul amoksisilin natrium dan amoksisilin.

 

Wadah dan penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat. Jika bahan steril, simpan dalam wadah steril tertutup rapat dan bersegel.